Kamis, 19 November 2015

Redenominasi dan Senering Rupiah membutuhkan waktu yang panjang

Banyak masyarakat yang masih keliru membedakan antara pengertian redenominasi mata uang dan sanering. Sesungguhnya, dua kebijakan tersebut merupakan dua hal yang sangat berbeda. Berikut penjelasan mengenai redenominasi dan sanering.

Redenominasi berarti menyederhanakan pecahan mata uang dengan mengurangi digit nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya, Rp 100.000 disederhanakan menjadi Rp 100 saja, dengan menghilangkan tiga buah angka nol yang paling belakang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat.

Sementara sanering adalah pemotongan nilai uang sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kebijakan ini biasanya dilakukan dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat.

Adapun tujuan redenominasi rupiah adalah guna mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi. Sementara itu, sanering dilakukan untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat harga-harga yang mengalami lonjakan. 

Awalnya pemerintah dan BI berencana menjalankan tahapan redenominasi dalam tiga bagian. Pertama, tahap persiapan yang berlangsung selama tahun 2013. Kedua, tahap transisi yang berjalan mulai 2014 hingga 2016. Ketiga, tahap penyelesaian (phasing out) antara tahun 2017-2020.

Namun, hingga sekarang, kebijakan tersebut menjadi tidak jelas nasibnya. Hal itu seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, ditambah dengan kondisi politik menjelang pemilu. Nah, apakah redenominasi jadi dilaksanakan? Kita tunggu saja.  

Bank Indonesia menilai butuh waktu cukup panjang minimal tujuh tahun untuk mempersiapkan redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. "Redenominasi itu sebenarnya sesuatu yang sederhana, tapi masalahnya ada pada pola pikir dan psikologi masa sehingga butuh waktu mewujudkannya," kata Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Andi Wiyana seperti dilansir laman Antara, Ia menyampaikan hal itu saat berdiskusi dengan rombongan wartawan ekonomi dari Padang, Sumatera Barat bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar. Menurut dia, berdasarkan pengalaman negara-negara lain butuh waktu lima sampai 12 tahun untuk dapat melakukan redenominasi. "Nilai uang sebenarnya tidak berubah, hanya penyebutan yang berubah, ini perlu hati-hati apalagi Indonesia terdiri atas 17 ribu pulau," , Ia mengatakan saat diterapkan di Belanda sempat kisruh, di Polandia juga siapa yang tidak menerapkan di penjara karena dinilai melanggar hukum. Andi menilai mau tidak mau redenominasi harus dilakukan karena terlalu besar biaya yang harus dikeluarkan dengan nilai mata uang saat ini. “Sekarang banyak transaksi yang menggunakan komputer seperti transfer, belanja dan lainnya, jika nilai mata uang semakin besar maka biaya pemeliharaan komputer perbankan menjadi tinggi,”, Ia memberi contoh tiket dari Jakarta ke Amerika kelas satu harganya Rp120 juta dengan jumlah nominal angka mencapai sembilan, sementara kalau dikonversi ke dolar amerika hanya sekitar 10 ribu dolar yang hanya lima angka. “Akan banyak biaya yang dapat dihemat jika nominal mata uang rupiah dapat dikurangi terutama dari aspek penggunaan komputer,”.

Kemudian, redenominasi akan menekan angka ketidaktelitian karena saat mengetik angka Rp100 miliar risiko salahnya akan lebih besar dibandingkan Rp100 juta. Oleh sebab itu, ini bukan masalah politik, namun lebih kepada risiko kesalahan dan upaya mengefisienkan biaya. Ia menambahkan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memberlakukan redenominasi adalah ekonomi stabil, inflasi rendah sehingga akan lebih mudah diterapkan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Telisa Falianty mengatakan, redenominasi bukanlah kebijakan yang sederhana seperti membuang angka nol dari mata uang Rupiah. Menurutnya, redenominasi merupakan kebijakan yang cukup complicated sehingga dibutuhkan kajian yang mendalam. Redenominasi juga akan berdampak pada biaya yang akan dikeluarkan oleh pemerintah maupun stake holder yang lain. Dia mencontohkan, jika kebijakan ini diterapkan maka pemerintah harus menyiapkan biaya untuk mencetak uang baru dan melakukan sosialisasi. Belum lagi dalam sektor perbankan yang harus menyesuaikan IT-nya karena nominal yang berubah dari mata uang Rupiah. “Memang banyak pihak yang harus menanggung biaya redenominasi ini, namun kan akan banyak pula keuntungan yang didapat dari kebijakan redenominasi ini,” kata Telisa.

Redenominasi akan memberikan dampak positif dan negatif. Kebijakan ini bisa menyelematkan generasi di masa yang akan datang. Namun, redenominasi bisa mengorbankan generasi saat ini. “Generasi yang akan datang tidak akan terkena dampak dari nilai nominal rupiah yang membengkak,. 

Dampak positif lain dari redenominasi adalah Indonesia bisa lebih dipandang di mata dunia. Sebab, saat ini kredibilitas mata uang Indonesia masih dianggap rendah, sehingga perlu diambil kebijakan tersebut. Meski mendukung rencana redenomiasi, Telisa menyarankan Bank Indonesia dan pemerintah bekerja keras untuk mempersiapkan kebijakan itu.

Sumber :

kompas.com
http://www.neraca.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar